Pemerintah tak satu suara dalam menanggapi fenomena mata uang virtual (cryptocurrency) Bitcoin dan Ethereum.
Bank
Indonesia (BI), selaku pengatur moneter di Indonesia, bakal melarang
jual beli Bitcoin sebagai alat pembayaran mulai 2018. Larangan ini bakal
dituangkan lewat Peraturan BI (PBI) dalam waktu dekat. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menjelaskan, Bitcoin dan cryptocurrency lainnya bukan alat pembayaran yang sah dan tak diakui oleh BI. Sehingga tidak boleh digunakan untuk transaksi pembayaran.
"Sebaiknya
merchant jangan menerima (uang virtual) sebagai alat pembayaran. Nanti
kalau ada apa-apa, BI sudah bilang bahwa jangan menerima itu," ujar
Mirza, Rabu (6/12) seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berbeda pandangan dengan BI. Menurut
Kepala BKPM Thomas Lembong, dia sangat mendukung dengan kehadiran
Bitcoin sebagai mata uang baru. "Saya sangat mendukung karena ini
merupakan sebuah inovasi," kata Lembong seperti dikutip dari financedetik, Rabu (6/12/2017). Thomas menilai, kehadiran Bitcoin sebagai mata uang tidak dapat dihindari seiring perkembangan zaman.
"Jadi
inovasi itu tidak bisa dihindari, seperti kata Presiden sendiri itu
harus dirangkul harus dikapitalisasi, kalau enggak kita bisa
ketinggalan," kata Lembong. Pelarangan penggunaan Bitcoin cs juga
dikarenakan nilainya yang sangat fluktuatif atau tidak stabil. Bisa naik
tinggi, bisa turun drastis. Kamis (7/12/2017) waktu Indonesia, nilai Bitcoin menurut pantauan Market Insider sempat
tembus di angka US $14.200. Ini setara Rp191,7 juta. Padahal, pada awal
tahun 2017, nilai Bitcoin hanya US $979,5 per keping, atau sekitar
Rp13,2 juta
Nilai Bitcoin yang melonjak hingga 14.500 persen ini tak pelak menjadi magnet buat para investor. Menurut CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan, September lalu, marketplace Bitcoin Indonesia sudah ada450 ribu anggota terdaftar. Tahun depan, diprediksi ada 500 ribu.Sebagai
sarana investasi, Oscar menyebut Bitcoin laiknya emas. Tapi Bitcoin
memiliki kelebihan. Lebih likuid, lebih kecil biaya transaksinya, dan
tidak terpengaruh oleh penerbitan dari perusahaan apapun.
Karena
jadi salah satu alat investasi, maka Kementerian Keuangan meminta
pemilik Bitcoin tetap melaporkan kepemilikan Bitcoin sebagai harta. Direktur
Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak
Hestu Yoga Saksama , wajib pajak harus mencantumkan kepemilikan Bitcoin
dalam kolom harta pada SPT tahunannya.
Jika tidak
mencantumkan, lalu harta tersebut ditemukan petugas pajak maka wajib
pajak bisa terancam sanksi berupa denda. "Iya (terancam kena sanksi),
baik penghasilan yang diperoleh maupun harta senilai harga perolehan
Bitcoin dilaporkan dalam SPT tahunan," kata Yoga kepada Katadata, Selasa (5/12/2017).
Yoga
menegaskan keuntungan dari hasil jual beli atau investasi Bitcoin juga
merupakan penghasilan yang kena pajak. "Apabila dalam bertransaksi
jual/beli atau investasi bitcoin terdapat keuntungan, maka itu merupakan
penghasilan yang dikenakan pajak (PPh)," kata
Karena sistemnya self assessment, maka wajib pajak harus melaporkan penghasilan tersebut dalam Surat Pemberitahuan (SPT) pajak tahunan dan membayar pajaknya.
sumber: beritagar.id