"Coba kalian lihat ini." Oscar Darmawan menunjukkan sesuatu di layar
laptopnya kepada kami soal Bitcoin. Ia berkata: "Bitcoin membuat
(transaksi) lebih transparan," ujar pria berusia 31 itu--yang merupakan
Chief Executive Officer (CEO) Bitcoin Indonesia .
Sosok
Oscar dikenal sebagai pengembang Bitcoin selama empat tahun terakhir.
Dirinya telah berbicara tentang Bitcoin di berbagai televisi, media online dan cetak.Ia
adalah peraih gelar sarjana bidang teknologi dan sistem informasi dari
Monash University. Oscar juga pernah jadi managing director di PT Bumi
Intermedia selama tujuh tahun--sebelum mendirikan Bitcoin Indonesia pada
2013 dan menjadi CEO-nya.
Bitcoin Indonesia merupakan pasar elektronik (marketplace)
untuk 450 ribu anggota terdaftar--sampai kini. Oscar dan timnya sedang
membangun ekosistem bitcoin di Indonesia, seperti proyek Bitisland yang
berharap mengubah Bali jadi pulau Bitcoin. Di Bali, memang sudah ada orang yang membeli vila dengan Bitcoin. Di sana, terdapat juga prototype anjungan tunai mandiri untuk Bitcoin.
"Banyak
yang sudah percaya. Karena tak ada data pribadi yang diekspos saat
transaksi," ujar Oscar kepada Fajar WH, Heru Triyono, Sorta Tobing, dan
fotografer Wisnu Agung saat wawancara di Epicentrum Walk, Jakarta
Selatan, Selasa siang (12/9/2017).
Bitcoin adalah mata uang
virtual yang memungkinkan transaksi langsung antarpengguna. Jadi, tak
perlu lagi jasa bank sebagai perantara, sebab semua transaksi dikirim
langsung ke jaringan komputer pemakainya. Sejak muncul 2009,
Bitcoin terus berkembang dan baru pada 2013 masuk ke Indonesia. Bitcoin
telah digunakan setidaknya 200 ribu pengguna di Indonesia pada 2016 dan
diprediksi mencapai 500 ribu pada 2018.
Seiring popularitasnya
yang melonjak, nilai tukar satu Bitcoin (2/9/2017) mencapai
Rp64.957.200. Naik berkali-kali lipat dalam beberapa tahun terakhir. Hal
ini karena Bitcoin sudah legal di sejumlah negara seperti Amerika
Serikat. Bahkan di Jepang, Bitcoin sudah dianggap sebagai mata uang yang
setara dengan Yen. "Jadi berbagai layanan publik bisa dibayar pakai
Bitcoin," kata pria berusia 31 ini.
Namun kondisi berbeda terjadi
di Indonesia. Bitcoin tak dapat dukungan aturan bank sentral. Jadi, jika
hal buruk terjadi, pemerintah tak bisa menjamin. "Mungkin pemerintah
belum memahami. Padahal tidak ada yang perlu ditakutkan," tuturnya.
Memahami
Bitcoin hanya sedikit lebih sulit daripada melacak penciptanya yang
misterius: Satoshi Nakamoto. Satoshi adalah nama samaran orang atau
grup. Namun, tahun lalu, wiraswastawan Australia, Craig Wright,
mengklaim dirinya sebagai pencipta Bitcoin. Pengakuannya mengakhiri
spekulasi bertahun-tahun tentang siapa sosok Satoshi.
Selama satu
jam lebih Oscar bicara soal risiko sistem Bitcoin, kemudian apa yang
membuatnya lebih baik dari pada uang tunai dan kenapa jadi sarana
pembiayaan terorisme, pencucian uang dan kejahatan dunia maya. Berikut
petikan wawancaranya:
Menurut Anda, apakah ini waktu yang tepat bagi Indonesia mengeluarkan peraturan baru untuk Bitcoin?Semua orang dalam mode wait and see. Tetapi seperti ada ketakutan-ketakutan terhadap Bitcoin. Kita ini kayak kurang welcome sama teknologi.
Kemudian,
dari sisi regulator. Mereka juga masih salah paham. Isunya Bitcoin akan
menggantikan Rupiah, yang terkait kedaulatan negara. Padahal ini cuma
teknologi.
Mungkin perkembangan teknologinya lebih cepat dibanding proses pembuatan aturannya......dan persiapannya juga lebih represif. Padahal negara seperti Jepang sudah resmi mengakui Bitcoin sebagai alat pembayaran. Bahkan Rusia yang tertutup sekalipun akan melakukan seperti Jepang.
Mungkin
sama dengan dulu, ketika internet pertama kali masuk Indonesia.
Pemerintah juga ketakutan dengan internet--sebab bisa buat pornografi
atau hal negatif lain. Padahal banyak yang positif.
Anda menilai aturan di Indonesia terlalu kaku?Mungkin karena belum paham secara keseluruhan, regulator jadi takut. Kalau paham, saya rasa enggak. Justru dengan adanya Bitcoin, membuat transaksi jadi lebih transparan.
Kan cuma perlu diatur siapa yang boleh beli, siapa yang boleh jual, kemudian bagaimana aturan market place-nya.
Tetapi Bank Indonesia (BI) tidak mengakui Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah?Saya luruskan. Aturan BI itu hanya menganggap Bitcoin bukan alat pembayaran yang sah. Mereka tidak melarang peredaran Bitcoin.
Saya tunjukkan dari website-nya. Yaitu PBI (Peraturan BI) nomor 1840 komponen ke-10, "BI tidak melarang penggunaan virtual currency (salah satunya Bitcoin). Tetapi melarang PJSP (bank) yang telah memperoleh izin untuk memproses transaksi pembayaran".
Bitcoin bisa menggantikan alat pembayaran Rupiah di masa depan?Saya rasa sudah jelas, BI menyatakan bahwa Bitcoin dapat digunakan, diperjualbelikan atau disimpan sebagai aset atau suatu bentuk komoditas digital, namun tidak boleh digunakan sebagai alat pembayaran, karena satu-satunya alat pembayaran yang sah hanyalah Rupiah.
Mungkinkah Indonesia akan mengikuti Jepang yang sudah resmi mengakui Bitcoin sebagai alat pembayaran?Di luar negeri hampir semua bank sentralnya punya panduan untuk Bitcoin. Bitcoin di Jepang berada di bawah FSA, Financial Services Agency, semacam OJK-nya Jepang.
Sementara di Australia, Bitcoin itu dibebas pajakkan dari pajak pertambahan nilai atau dianggap setara seperti uang karena tidak kena PPN lagi.
Apa yang membuat Bitcoin lebih baik daripada uang tunai?Bitcoin
adalah alternatif. Ini hampir seperti emas. Pengiriman melintasi
perbatasan negara tidak hanya lebih murah, tapi juga lebih cepat, hanya
dalam hitungan menit.
Kemudian, pengalihan uang melintasi
perbatasan adalah hal kedua yang lebih baik daripada sistem saat ini.
Tidak hanya lebih murah, karena tidak memiliki banyak tengkulak, tapi
juga lebih cepat. Tidak perlu waktu lima hari, itu akan hilang dalam 10
menit.
Cara dunia bergerak saat ini adalah semuanya digital, dan
perlu ada buku besar yang menghitung semua transaksi yang terjadi di
seluruh dunia--dan itulah yang akan dilakukan oleh blockchain (sebuah buku besar digital publik yang mencatat semua transaksi mata uang digital).
Meski Anda bilang lebih baik, tapi di Indonesia, Bitcoin itu masih kurang diterima dan dipercaya...Bisa jadi karena pesan regulator tadi tidak sampai. Yang dibaca masyarakat hanya dilarangnya saja. Padahal Bitcoin bisa disimpan sebagai aset atau suatu bentuk komoditas digital.
Di Indonesia memang jumlah transaksinya tidak banyak, hanya 1 persen dari jumlah keseluruhan di dunia.
Di ASEAN, paling besar itu di Thailand dan Singapura. Mereka teknologinya bagus, transaksi cashless-nya juga bagus. Kita sedikit ketinggalan.
Masyarakat juga ragu karena kalau ada hal buruk terjadi, Pemerintah tidak akan tanggung--karena belum ada aturannya kan?Betul juga, sampai kini yang mengatur ya undang-undang perdata--ketika menangani persoalan e-commerce.
Apakah marak kasus hukum yang terkait Bitcoin?Perusahaan kecil yang tiba-tiba tutup itu pasti ada ya. Namanya juga e-commerce. Muncul hari ini, besok bisa tutup. Makanya yang dilakukan Amerika, Jepang dan Eropa, sejenis e-commerce yang terkait Bitcoin dikasih izin Perbankan.
Luxemburg misalnya. Mereka juga telah melegalkan salah satu bursa Bitcoin
raksasa bernama Bitstamp untuk beroperasi di Eropa. Mereka melihat
bahwa lebih baik ini diatur. Jadi jelas. Bukan mengatur mata uangnya,
tapi mengatur industri yang menjual dan membeli Bitcoinnya.
Apa upaya Anda agar pemerintah mengatur mata uang digital ini?Kita
terus menjaga hubungan baik dengan semua regulator. Kita selalu
menjelaskan bahwa kita ini bukan penerbit Bitcoin. Tetapi masyarakat
masih banyak salah paham. Kita ini dikira yang menerbitkan mata uang
digital, seperti Bitcoin. User baru di Bitcoin Indonesia setiap harinya
ada sekitar 200. Total mencapai 450 ribu orang.
Semua transaksi di
bitcoin, kata Oscar, tercatat. Semua orang di internet pun bisa melihat
transaksi pengguna bitcoin melalui wallet (dompet) digital bitcoin.
Setiap pengguna bitcoin memiliki wallet, dan bisa memiliki lebih dari
100 wallet.
Kalau tercatat dan transparan, kenapa Bitcoin
rawan pencucian uang, bahkan untuk kepentingan ilegal, seperti judi,
obat-obatan terlarang, dan terorisme...Karena dalam
bertransaksi, para pengguna itu belum tentu mencantumkan identitas
aslinya. Nah, ini pentingnya regulasi. Kalau ada regulasi yang namanya
PNS ya harus menyertakan bukti bahwa dia PNS. Sama seperti Bank itu lho.
Pengguna di Bitcoin Indonesia juga tidak memakai identitas asli?Kami
mengharuskan asli, termasuk meminta nomor telepon seluler. Kemudian
kalau transaksi di atas Rp100 juta, pengguna wajib mengisi formulir
tambahan.
Namanya pencucian uang, pelaku kan biasanya menggunakan identitas orang lain, pakai identitas sopir misalnya... Mungkin saja. Yang jelas kita memegang identitas asli pengguna.
Lalu apa jaminan sekuritas dari Bitcoin Indonesia?Kita
enggak pernah menjamin apapun. Kita hanya membantu orang untuk membeli
dan menjual dengan transaksi yang aman. Setelah dibeli, Bitcoin akan
dipegang masing-masing oleh pengguna, bukan kami lagi.
Kami hanya sebagai marketplace--untuk
pengguna yang mengelola aset digitalnya. Aset atau barangnya berupa
saldo, yang bisa disimpan di berbagai dompet Bitcoin. Semua transaksi
transparan.
Yang Anda maksud transparan itu semua pengguna tahu saldo kita berapa dan transaksi kemana saja?Nama
enggak ketahuan, tapi kalau sudah ketahuan nomor rekening Anda berapa,
semua bisa lihat saldo dan transaksinya ke mana saja. Maka itu Bitcoin
enggak cocok untuk money laundering.
Kalau enggak cocok kenapa kejahatan dunia maya seperti serangan Ransomware Wannacry minta tebusan pakai Bitcoin?Lho, kita bisa lihat saldonya Wannacry,
lewat alamat virusnya (Oscar menunjukkan di layar laptop). Karena,
begitu identitas pelaku terbongkar, blockchain dapat membantu menemukan
semua transaksi yang pernah dilakukan oleh pelaku. Kehebatan Bitcoin
yang seperti inilah yang tidak dimiliki oleh Euro ataupun Dollar AS.
Sekarang tantangannya adalah ke mana Wannacry menjual Bitcoinnya. Yang jadi tugas Interpol adalah melacak kemana mereka mencairkan Bitcoinnya.
"Saya optimis tiga tahun mendatang Bitcoin dilegalkan di Indonesia"
Oscar Darmawan
Hampir mirip dengan pencairan dana dari penjualan saham ya yang memerlukan waktu 3 hari bursa?Beda,
karena setiap orang yang beli dan jual itu barangnya benar-benar ada.
Kalau saham, waktu Anda beli di harga berapa, ya dapat harga itu. Ada
mekanisme di belakangnya di mana dia settlement tiga hari setelah dijual.
Nah
kalau Bitcoin, sistemnya benar-benar spot market. Waktu beli di harga
Rp56 juta ya langsung dapat di harga itu dan bisa langsung kita jual
tanpa menunggu tiga hari. Biaya transaksinya hanya 0,3 persen.
Bagaimana proses pencairan Bitcoin di bank konvensional?Biasanya
bank minta identitas datanya. Kemudian tergantung si pengguna juga mau
memilih bank mana. Semua bank bisa. Seperti emas saja, mau dijual kemana
tergantung Anda kan? Kita enggak bisa memaksa Anda menjualnya ke Antam.
Amat liquid (mudah).
Cocok buat investasi ya...Itu kenapa orang lebih memilih Bitcoin dibanding emas atau lain sebagainya. Yang pertama karena liquid, kedua, transaksinya bisa sangat kecil, ketiga, karena tidak terpengaruh oleh penerbitan dari perusahaan apapun.
Apakah belum bisa mencairkan Bitcoin lewat ATM--seperti yang ada di Bali?Sebenarnya itu bukan ATM, tapi vending machine. Beda. Kalau ATM kan bisa transfer, tarik uang, memasukkan uang dan melihat saldo. Jadi, vending machine Bitcoin di Bali itu orang memasukkan uang Rupiah, misalnya satu lembar Rp50 ribu, kemudian saldo Bitcoinnya bertambah. Begitu.
Dalam pandangan Anda Indonesia bakal melegalkan Bitcoin nantinya?Lambat laun pasti ke sana. Banyak negara kecenderungannya itu melegalkan. Mereka mengatur industri yang bergerak di bidang virtual currency ini.
Indonesia
itu hanya masalah waktu saja. Lembaga paling dekat yang mengatur itu
harusnya OJK dan Bank Indonesia. Kita tunggu saja.
Bisa terwujud dalam dua atau tiga tahun lagi?Saya
optimistis tiga tahun mendatang akan dilegalkan. Contoh saja Gojek,
yang awalnya begitu kencang kontroversinya. Tapi sekarang demo-demo
sudah berakhir.
sumber: https://beritagar.id/